(Letakkan Judul Di Sini Karena Saya Bingung Mau Nulis Apa)

Prolog


Seorang gadis terbangun di antara puing-puing reruntuhan. Posisinya bertelungkup di bawah papan besar yang menimpa punggungnya. Dia terbatuk begitu tersadar dari pingsan. Saat membuka matanya, tidak ada yang bisa ia lihat kecuali debu yang melayang-layang bagaikan awan di sekelilingnya. 

Dengan susah payah ia menggerakkan badannya yang terasa kaku dan kesemutan. Kaki kanannya terjepit oleh papan besar yang menimpanya. Ia berusaha mengangkat papan tersebut dengan punggunggnya, lalu setelah ia merasa bahwa tidak ada benda berat di atas papan tersebut, dengan sekuat tenaga ia membalikkan badannya, berguling ke kanan sehingga sekarang ia terlentang di atas papan tersebut.

Bunyi dentuman datang dari apa yang baru saja ia lakukan, disusul oleh awan-awan debu baru yang menari-nari di atasnya. Gadis itu berusaha untuk bernafas secara normal, namun debu-debu tersebut membuatnya terbatuk-batuk tidak terkendali.

Ia membangkitkan punggungnya, berusaha untuk mengontrol nafasnya. Kepalanya terasa pusing. Terasa ada darah yang menetes dari keningnya. Ia pun mengusapnya dan langsung merasakan perih menjalar dari kening sampai atas pelipisnya.

Perlahan ia megamati ke ruangan tersebut. Matanya menyipit, berusaha untuk fokus dalam melihat sekelilingnya. Ruangan itu sudah tidak jelas lagi berisi apa, karena perabotnya yang sudah hancur atau terbalik dan semuanya berselimut debu abu-abu kekuningan. Ia bisa melihat matahari yang sangat terang melalui atap langit yang telah roboh separuh. Sebagian temboknya telah runtuh, kecuali tembok sisi di mana ia terjebak diantara papan dan tembok itu dan tembok yang memiliki pintu yang terbuka di ujungnya. Melalui tembok yang runtuh, ia menyadari bahwa dirinya berada di lantai dua atau lantai tiga. Ia melihat tanah di luar yang amat gersang dan matahari terasa sangat menyilaukan.

Gadis itu mencoba berdiri, menghindari menghirup debu-debu yang bergulung gulung di lantai. Seluruh tubuhnya berlumuran debu berwarna abu-abu tipis, tidak terkecuali rambut hitamnya yang diikat buntut kuda. Ia menepuk-nepuk kedua tangannya, kepalanya, wajahnya dan seluruh badannya untuk menghilangkan debu-debu yang menempel. Saat itu ia merasakan ada yang aneh dengan tangannya. Tidak, ada yang aneh dengan tubuhnya. Kesemutan adalah hal yang pertama ia simpulkan, tapi rasanya lebih dari itu. Seakan-akan tubuhnya dialiri listrik yang tidak mau berhenti. Ia dapat merasakan darahnya mengalir di dalam tubuhnya. Rasanya bagian dalam tubuhnya bergetar namun tubuhnya sendiri tidak bergetar.

Saat ia sedang mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi, ia mendengar sesuatu datang dari ujung ruangan.

“Angkat tanganmu!”

Si gadis mematung. Seseorang berdiri di ujung ruangan dengan mengacungkan senapan kearah gadis itu. Senapan tersebut tidak seperti senapan yang sering dilihat si gadis. Senapan tersebut lebih besar, terdiri dari beberapa lapisan berwarna abu-abu kebiruan, dan terlihat lebih berat. Senapan tersebut mengingatkan si gadis akan senapan yang ia temui di area bermain yang bertemakan luar angkasa yang dulu sering ia kunjungi waktu kecil. Seseorang itu juga mengenakan masker yang tampak berbahan sama dengan senapannya. Masker tersebut seperti helm yang menutupi mulut dan hidungnya, lalu memanjang sampai sampai telinga. Melalui masker tersebut suaranya terdengar aneh, seperti suara seseorang yang sedang berbicara melalui perangkat radio dua arah. Orang tersebut mengenakan kacamata dari besi, bukan dari lensa bening seperti kacamata yang sering dijumpai si gadis. Kacamata itu hanya menutupi mata kirinya saja. Mata kanannya tampak polos, mengintai dari balik senapan.

“Angkat. Tanganmu. Sekarang.”

Si gadis menuruti ucapan pria itu. Namun saat ia mengangkat tangannya, bahu kirinya terasa sakit sehingga ia pun mengerang.

Seketika orang dengan senapan tersebut menegakkan kepalanya. Matanya – mata kanannya, - terbelalak.

“Siapa kamu?” tanyanya berbisik.

“Jena. Namaku Jena.”


------------------------------------------------------------------------------------------------------------bersambung



Halo! :)
Timbul semangat buat nulis cerita lagi nih! Cerita ini terinspirasi dari mimpi yang aku alami bertahun-tahun yang lalu. Karena habis baca novel dan baca beberapa karya temen-temen, aku jadi berminat buat merealisasikan mimpiku menjadi bentuk cerita juga hehehe. Kalau mau komentar boleh banget, kritik, dan saran akan saya terima dengan hati gembira :D

2 comments:

  1. eh mbak dhita. lanjot lah yok biar kita bareng2 terus nulis agar tidak berkarat.

    menilik dari reaksi si lelaki bersenapan luar angkasa, ane curiga jena adalah entah 'titisan dewa dewi' / 'gadis terpilih' / 'emak/bapaknya pejuang veteran jago' dan dia ditakdirkan untuk menghabisi musuh utama umat manusia, which is the usual formula for such premise (misal; harry potter, raib-nya bumi tere liye, city of bones, percy jackson).

    tentunya, gua barusan sotoy bahahahhaha.

    apalagi ye.
    bernapas bro, bernapas.

    apalagi.
    kalimat belom terasa ngalir dhit. tapi udah nggak berasa lo lagi men-dikte juga. keep going ntar ngalir dah.

    semoga membantu oho ohohoho.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah lamaaaaa bianget nggak nulis beginian, kudu ngelemasin jari-jari nih, puter otak kanan kiri. Biar jago. Biar bisa jadi buku hihihi

      Yok lah, bareng-bareng nulis. Asik nulis ada temennya, ntar rajinnya nular haha

      Oh iya, napas :))

      Makasih banyak yo Bams, love you dah~ :*

      Delete