Prolog


Seorang gadis terbangun di antara puing-puing reruntuhan. Posisinya bertelungkup di bawah papan besar yang menimpa punggungnya. Dia terbatuk begitu tersadar dari pingsan. Saat membuka matanya, tidak ada yang bisa ia lihat kecuali debu yang melayang-layang bagaikan awan di sekelilingnya. 

Dengan susah payah ia menggerakkan badannya yang terasa kaku dan kesemutan. Kaki kanannya terjepit oleh papan besar yang menimpanya. Ia berusaha mengangkat papan tersebut dengan punggunggnya, lalu setelah ia merasa bahwa tidak ada benda berat di atas papan tersebut, dengan sekuat tenaga ia membalikkan badannya, berguling ke kanan sehingga sekarang ia terlentang di atas papan tersebut.

Bunyi dentuman datang dari apa yang baru saja ia lakukan, disusul oleh awan-awan debu baru yang menari-nari di atasnya. Gadis itu berusaha untuk bernafas secara normal, namun debu-debu tersebut membuatnya terbatuk-batuk tidak terkendali.

Ia membangkitkan punggungnya, berusaha untuk mengontrol nafasnya. Kepalanya terasa pusing. Terasa ada darah yang menetes dari keningnya. Ia pun mengusapnya dan langsung merasakan perih menjalar dari kening sampai atas pelipisnya.

Perlahan ia megamati ke ruangan tersebut. Matanya menyipit, berusaha untuk fokus dalam melihat sekelilingnya. Ruangan itu sudah tidak jelas lagi berisi apa, karena perabotnya yang sudah hancur atau terbalik dan semuanya berselimut debu abu-abu kekuningan. Ia bisa melihat matahari yang sangat terang melalui atap langit yang telah roboh separuh. Sebagian temboknya telah runtuh, kecuali tembok sisi di mana ia terjebak diantara papan dan tembok itu dan tembok yang memiliki pintu yang terbuka di ujungnya. Melalui tembok yang runtuh, ia menyadari bahwa dirinya berada di lantai dua atau lantai tiga. Ia melihat tanah di luar yang amat gersang dan matahari terasa sangat menyilaukan.

Gadis itu mencoba berdiri, menghindari menghirup debu-debu yang bergulung gulung di lantai. Seluruh tubuhnya berlumuran debu berwarna abu-abu tipis, tidak terkecuali rambut hitamnya yang diikat buntut kuda. Ia menepuk-nepuk kedua tangannya, kepalanya, wajahnya dan seluruh badannya untuk menghilangkan debu-debu yang menempel. Saat itu ia merasakan ada yang aneh dengan tangannya. Tidak, ada yang aneh dengan tubuhnya. Kesemutan adalah hal yang pertama ia simpulkan, tapi rasanya lebih dari itu. Seakan-akan tubuhnya dialiri listrik yang tidak mau berhenti. Ia dapat merasakan darahnya mengalir di dalam tubuhnya. Rasanya bagian dalam tubuhnya bergetar namun tubuhnya sendiri tidak bergetar.

Saat ia sedang mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi, ia mendengar sesuatu datang dari ujung ruangan.

“Angkat tanganmu!”

Si gadis mematung. Seseorang berdiri di ujung ruangan dengan mengacungkan senapan kearah gadis itu. Senapan tersebut tidak seperti senapan yang sering dilihat si gadis. Senapan tersebut lebih besar, terdiri dari beberapa lapisan berwarna abu-abu kebiruan, dan terlihat lebih berat. Senapan tersebut mengingatkan si gadis akan senapan yang ia temui di area bermain yang bertemakan luar angkasa yang dulu sering ia kunjungi waktu kecil. Seseorang itu juga mengenakan masker yang tampak berbahan sama dengan senapannya. Masker tersebut seperti helm yang menutupi mulut dan hidungnya, lalu memanjang sampai sampai telinga. Melalui masker tersebut suaranya terdengar aneh, seperti suara seseorang yang sedang berbicara melalui perangkat radio dua arah. Orang tersebut mengenakan kacamata dari besi, bukan dari lensa bening seperti kacamata yang sering dijumpai si gadis. Kacamata itu hanya menutupi mata kirinya saja. Mata kanannya tampak polos, mengintai dari balik senapan.

“Angkat. Tanganmu. Sekarang.”

Si gadis menuruti ucapan pria itu. Namun saat ia mengangkat tangannya, bahu kirinya terasa sakit sehingga ia pun mengerang.

Seketika orang dengan senapan tersebut menegakkan kepalanya. Matanya – mata kanannya, - terbelalak.

“Siapa kamu?” tanyanya berbisik.

“Jena. Namaku Jena.”


------------------------------------------------------------------------------------------------------------bersambung



Halo! :)
Timbul semangat buat nulis cerita lagi nih! Cerita ini terinspirasi dari mimpi yang aku alami bertahun-tahun yang lalu. Karena habis baca novel dan baca beberapa karya temen-temen, aku jadi berminat buat merealisasikan mimpiku menjadi bentuk cerita juga hehehe. Kalau mau komentar boleh banget, kritik, dan saran akan saya terima dengan hati gembira :D
Yang Pertama seperti kenangan masa kecil.

Seperti ketika kamu berlari bersama teman-temanmu untuk berebut ayunan dan kamu adalah anak pertama yang sampai di dekatnya. Akhirnya! Sore ini kamu tidak perlu duduk di rumput untuk mengantri. Kamu tertawa senang sambil meraih pegangannya yang menjulur kaku menahan dudukan ayunan. Teman-temanmu kecewa, tapi pada saat kamu berjinjit mengambil ancang-ancang untuk berayun, mereka telah menemukan permainan yang lain.

Lalu kamu berayun. Sekali. Dua kali. Kamu menjejak tanah lagi dan memantulkan diri. Kamu berayun semakin tinggi.

Rambutmu tersibak. Kamu yang berayun menciptakan angin, namun kamu juga merasakan angin mendorongmu untuk berayun lebih kuat lagi. Dalam hati kamu bertanya-tanya, apa yang akan terjadi kalau kamu melepaskan peganganmu. Kamu membayangkan terbang.

Ponimu berantakan tapi kamu tidak peduli. Rok mu tersingkap tapi kamu tidak peduli. Tidak ada yang bisa menggangumu ketika kamu sedang mencoba menantang gravitasi.

Kamu terlena.

Apakah aku benar-benar bisa terbang?

Kamu lepaskan peganganmu tanpa tahu apa yang akan terjadi. Sedetik kemudian kamu berada di atas tanah dan kerikil. Kamu menangis histeris.

Pipi, tangan, dan lututmu perih. Orang-orang mendatangimu lalu mereka mengantarmu pulang.

Pipi, tangan, dan lututmu tergores. Ibu mencuci luka-luka itu dengan air.

Obat merah, betadin, dan kapas diambil dari lemari. Kamu masih terisak. Obat-obatan itu menyengat, membuatmu melanjutkan tetes demi tetes air mata yang belum sempat kamu seka.

Tidak apa-apa, kata Ibu.

Tidak apa-apa.

***


Yang Pertama seperti kenangan masa kecil.

Kamu mengingat yang membuatmu tersenyum. Kamu juga mengingat apa yang membuatmu marah. Kamu mengingat apa yang menyakiti hatimu dulu, karena kamu sudah bisa menertawakannya. Kamu mengingat semuanya karena itu membuatmu bahagia.


Yang Pertama seperti kenangan masa kecil.

Semakin kamu kenang, semakin membuatmu ingin kembali. Kamu tahu kamu tidak bisa mengulanginya, tapi tetap saja kamu mengenangnya dan tetap saja, kamu ingin kembali.

Lagi dan lagi.

Yang Pertama

by on November 05, 2014
Yang Pertama seperti kenangan masa kecil. Seperti ketika kamu berlari bersama teman-temanmu untuk berebut ayunan dan kamu adalah anak ...
It feels weird walking around campus without meeting someone I know. There’s only juniors that two or more years younger than me. It’s been soooo long that I actually go to campus. I admit it I’ve been avoiding it for several months. I don’t know why I did that. I think I was lazy.

I decided to not be lazy anymore. If I’m lazy, I don’t do any progress in my thesis, and that means I can’t graduate. I want to graduate, so... Yeah. Simple logic but it takes me a year to realize that I really want to graduate.

Beside that, my sister is going to get married next year, in February. After that, she will be moving in to her husband’s house and his house is so far from here, it takes 8 hours car ride. I don’t think without her to talk about what’s stress me out, will keep me sane. When she’s gone, it’s just me, my older brothers, and my parents in the house. All of them drive me crazy sometimes and I’m not a patient person. I might be calm, but I’m boiling inside. I’m afraid if I still have some unfinished business, I will explode and have to go 'somewhere for special treatment'. That won't be pretty.  So. I must graduate before my sister’s getting married.

Now I have to make a destitution letter because I forgot to pay college fee for last semester. See, this is my fault. I don’t really realize that my action (in this case my laziness) affect my parents life in a way. The destitution letter should be signed by the head of the lowest administrative unit and the head of administrative unit at the next-to-lowest level in city (yeah, that's the English for RT and RW... I guess).

My parents are not poor. My parents are wealthy enough to pay college fee. Would my parents be ashamed? My father have three cars, for God’s sake, of course they would be ashamed. They will be ashamed because of me. ME. Now I really want to cry. Well, there’s tears hanging in my eyes.

This morning I just want to get my excitement for doing my thesis back. So I went to an aerobic morning class, took a shower there, then went to campus to take care my thesis card. After that I was planning to go to a cafe and start writing my thesis again. Unfortunately, my stupidity got in the way. Ugh.

I thought that I wasn’t hungry anymore because I felt like there was a stack of rocks in my stomach, thinking about how I’m letting down my parents.

But a girl got to eat.

There is an eatery place around campus that I want to try. So here I am, in a peaceful place named Kedai Kolondjono. Sitting all by my self, all alone in a table for four.

Time after time. Bites after bites.

You know what, I want to own a place like Kedai Kolondjono. It gives cozy atmosphere, it’s small, it’s only have 18 chairs for costumers, it’s not in a crowded street, it plays good music and not so loud, there’s an air conditioner, free wi-fi, and the food is organic. I don’t really care about organic food, actually, as long as they’re halal and delicious, I’ll eat it hahaha. It’s also not really pricey, consider it organic. It’s a good place to spend ‘me time’. It’s also a good place to work something with your books or laptop. I definitely want to go back here couple of times again.

Well. Now I have a proper energy to stop being sad, so I stop.

Okay, here’s what I’m gonna do.


In this particular destitution letter situation :

Make an apology to may parents. Okay. But...how? :(  They’re gonna be mad at me. Though I’m kinda afraid of my father, I can’t avoid him for the rest of my life. And my mother. Oh my. How can I did this to them? How can I let them down again and again? :(


In this ENTIRE LIFE. Like, really. :

Stop regreting everything. It had happened, I can not change anything that had already happened. So be it.

Stop making excuses for anything. Like, everything. I have this urge to having and giving reasons. Well, everything happen because of reason, and sometimes the reason is stupidity. So I should stop being...stupid. I don’t want to be stupid anymore.

Do my thesis wholehearted. I’m always think too much, therefore it looks like I’m always serious, but actually I’m not. I’m always thinking about something that I forget to doing it. I should pour my heart into my work. I chose the topic, I should enjoy it somehow.

Be more grateful. I have this seriously strong power of one of the seven sins : envy. Lately, I find my self envious when someone post a picture while they’re studying abroad or when anyone make another achievement. It makes me want their life because my life is so boring and useless. See how hopeless I got? I don’t want to think that way anymore. I should be thankful that God has given me chance to be a better person, I should be more grateful.

Be focus. THIS IS THE HARDEST OF ALL. I guess. I’m so easily distracted with other activities that more fun than doing my thesis. I need to read a lot of books, watch videos that related to my research, maybe it will help to put my mind on my thesis in a fun way, every time.

That’s for now.

Oh, can you help me? When you see me playing or doing nothing, please tell me to write my thesis. Don't invite me to do something fun... Oh, why oh whyyyy :(. Unless you really need me to have some fun. Don’t ask too much, don’t make me give you any excuses. Just tell me to do my thesis. Please?

Thank you very much. Wish me luck!

This Morning

by on September 12, 2014
It feels weird walking around campus without meeting someone I know. There’s only juniors that two or more years younger than me. It’s bee...
Ada titik di mana kita lelah memperdebatkan dua sudut pandang yang berbeda.

Di titik itu pula, kita ingin berteriak karena orang lain tidak kunjung paham apa yang kita bicarakan.
Di titik itu pula, kita sadar bahwa berteriak hanya akan membuat orang lain ikut berteriak.
Di titik itu pula, kita sadar mungkin yang salah bukan kita, tapi orang lain yang tidak mau memahami.

Dan di titik itu pula, orang lain memikirkan hal yang sama.

Ada titik di mana tatapan yang tidak sengaja dilakukan menjadi lirikan, menjadi tajam dan mencemooh, menjadi tantangan untuk berkelahi sampai mati.


Aku temukan titik-titik itu di sekilingku.
Aku terjebak di dalamnya.
Dan di antaranya.

. . . .

by on August 10, 2014
Ada titik di mana kita lelah memperdebatkan dua sudut pandang yang berbeda. Di titik itu pula, kita ingin berteriak karena orang lain tid...
Entah dari kapan, rambut-rambut kasar hanya tumbuh di beberapa bagian dari kaki saya. Nggak rata dari lutut sampai mata kaki, tapi menggerombol di bagian lutut, di setengah betis bagian depan, dan sedikit di betis bagian bawah belakang. Bukannya saya pengen rata berbulu semua sih, tapi mbok yo rata nggak berbulu aja hehe.

Di kaki bagian yang lain juga ada rambut yang terlihat, walaupun panjang tapi nggak setebal dan sekasar bulu di bagian 'spesial' tadi. Di tangan juga ada. Kalau yang begitu, saya nggak masalah.

Saat iklan Veet muncul di TV, saya iseng nyobaik produknya. Kalau nggak salah harganya juga murah, waktu saya beli nggak sampai Rp 30.000, - deh. Hasilnya? Cukup memuaskan, kaki saya jadi nggak berbulu. Tapi seminggu kemudian sudah ada bulu yang kelihatan tumbuh lagi. Karena produk ini krim, jadi bulu cuma terpotong di bagian luar saja, nggak sampai tercabut sampai ke akar. Bulu pun jadi kelihatan lebih tebal karena ujung bulu tidak setipis kalau bulu tumbuh dari awal. Artinya, harus rajin pakenya kalau mau mulus sepanjang tahun.

Yang bikin saya jera pake Veet adalah aromanya yang penuh dengan bebauan kimia. Mak seng, gitu. Setelah dioles harus ditunggu selama 10-20 menit, sehingga menyebarlah bau tersebut ke penjuru ruangan...dan susah hilangnya.

Veet yang beredar di Indonesia ada dalam bentuk krim. Kalau kalian lihat di situs aslinya, Veet juga mengeluarkan produk wax berupa gel, strip, ada alat elektronik nya juga, ada yang khusus buat muka, dan lain sebagainya. Mungkin aja baunya nggak separah Veet yang saya pakai dulu.

Duh, judulnya apa, malah ngebahas apa. Saya di sini mau sharing tentang Sugarpot yang saya beli kemarin sebelum lebaran.

Ini penampakannya.

Nama :
Sugarpot, varian Matcha (semacam teh hijau)

Harga : Rp 80.000,-

Yang kita dapat :
1 pot Sugarpot
1 manual pemakaian
12 strip kain-kertas, kayak kertas-kain-tisu gitu
2 spatula

Saya beli ini secara online di VNS shop. Sebenarnya udah ada online shop di Jogja yang jualan ini, tapi karena saya mau sekalian beli barang lain, saya belinya di sana. Yang jual ramah lhoh, saya suka pedagang online yang begini. Hehehe



Teksturnya lengket seperti karamel. Jadi tergoda pengen ndulit hehehe. Boleh lho, didulit terus diicip, karena bahannya alami, nggak pake bahan kimia.

Nggak perlu dihangatkan, sudah bisa langsung dipakai. TAPI. Tapi saya rekomendasikan untuk selalu menghangatkan Sugarpot sebelum dipakai karena teksturnya akan terasa lebih nyaman. Lebih smooth gitu, lebih encer, lebih mudah merata dan pakenya bakal lebih hemat pula.

Cara menghangatkannya bisa pakai microwave selama 10-15 detik atau direndam separuh di air panas/hangat. Jangan terlalu panas, nanti kulitnya bisa terbakar. Jangan lupa juga, tutupnya dibuka dulu saat dihangatkan.

Saya menghangatkannya pake mirowave. Setelah itu saya aduk sebentar dan tara....


Pastikan bagian badan yang akan di-sugaring kering. Lalu oleskan deh ke tempat yang dinginkan. Pasang kainnya, tekan-tekan selama 10 detik atau lebih, dan....cabut! Cabut kainnya secara cepat!


Foto di atas adalah hasil percobaan pertama saya. Karena saya takut sakit, jadi saya nyoba di bagian kecil betis saya. Lihat tuh rambutnya, kecabut sampai akar lho! Sebenarnya ada foto yang kelihatan akarnya gitu, tapi kemarin nggak keikut di-copy -___-

Yang paling penting...nggak sakit! Rasanya cuma kayak kegaruk aja. Bagi saya sih nggak sakit sama sekali :D

Setelah selesai sugaring, rendam kain-kain tersebut di dalam air panas selama beberapa menit. Setelah air nya nggak terlalu panas untuk kita sentuh, kucek aja kainnya menjadi bersih.

Kalau saya, bilas lagi dengan air hangat untuk memastikan nggak ada sugar  yang tertinggal di kain. Setelah itu keringkan dengan dijemur.

Karena saya sugaring bareng kakak, kainnya harus langsung saya cuci dan keringkan agar bisa dipakai paling nggak beberapa jam kemudian. Nah, biar cepat kering, kainnya saya susun di handuk dan handuknya saya linting agar air dalam kain menyerap ke handuk.


Tekan-tekan handuk selama beberapa saat. Lalu buka dan jemur sebentar. Setelah yakin udah kering, baru digunakan lagi.

Kalau saya, karena saya makenya sore jadi udah nggak ada sinar matahari, saya susun kain tersebut di atas kertas bersih. Mungkin waktu itu 30-60 menit udah kering.

What's so good about it :
Bahan alami
Nggak sakit
Wanginya enak, manis
Hemat, asal pinter makenya
Nggak bikin saya iritasi
Awet selama 1 tahun

What's not so good :
Awalnya terasa agak mahal
Kalau kulitmu sensitif, mungkin akan jadi kemerahan. Tapi nggak apa sih, biasanya sehari udah nyaman lagi
Belinya kudu online atau pas lagi ada event bazar
Spatulanya cuma kayak sendok eskrim hehe
Rempong sendiri. Tapi asik kok rempong nya hahaha

Beli lagi?
Iya! Kalau sudah habis dan lagi butuh, saya akan beli lagi :D

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Gimana, review pertama saya di bidang kecantikan? Hehe.

Saya suka googling dulu ketika mau beli suatu barang. Sering banget nemu beauty blogger yang suka sharing tentang produk yang dipakai dan pengalaman mereka. Saya harap posting-an saya juga akan membantu teman-teman.

Mungkin bakal nulis review yang lain lagi.

See you! :)
~Selamat Idul Fitri 1435 H~

Taqabbalallahu minna wa minkum

Atas segala ucapan maupun tindakan saya yang melukai hati, saya mohon maaf lahir dan batin.
Saya banyak salah, banyak suudzon, banyak nggosipin orang, banyak berkeluh kesah, pokoknya banyak dosanya sama kalian, saya mohon maaf.
Mohon maaf ya, lahir dan batin ya :'
Besok kalau kita ketemu entah di jalan atau pas syawalan, semoga bisa salaman satu-satu biar makin afdol maaf-memaafkannya.

Semoga hati dan jiwa kita kembali suci...

...dan siap untuk dikotori lagi. *eh!*

Astaghfirullah...

Hehe.


Semoga kita bisa jadi manusia yang nggak bosan belajar, yang peduli terhadap sesamanya, yang lapang hatinya, yang menularkan rasa damai kepada sesamanya.
Semoga kita bisa lebih baik dari yang kemarin dan termasuk golongan orang yang selalu dirahmati Tuhan Yang Maha Esa.

Amiin



Eid Mubarak!

Peace out!

Selamat Lebaran!

by on August 03, 2014
~Selamat Idul Fitri 1435 H~ Taqabbalallahu minna wa minkum Atas segala ucapan maupun tindakan saya yang melukai hati, saya mohon m...
Biarkan saya menghela nafas berat sekali lagi. Huuffft. Oke.

Biarkan saya menarik nafas dalam-dalam dan mengehembuskannya secara perlahan.

Oke.

Baiklah.

Kembali ke nol.

Saya mulai lagi dari nol. Sudah berbulan-bulan dan saya cuma bergerak dari angka nol dan satu. Ya, walaupun secara teori di antara nol dan satu itu tak terbatas. Saya maju sangat sedikit, lama terdiam di titik tersebut, lalu kembali ke nol karena....

Karena saya nggak yakin titik tersebut ada.


0 - 1

by on July 27, 2014
Biarkan saya menghela nafas berat sekali lagi. Huuffft. Oke. Biarkan saya menarik nafas dalam-dalam dan mengehembuskannya secara perla...
I like to talk about my self. Yeah, you read that right. I feel like I have to explain my behavior or my point of view, well, all of my life. I want you to understand and say something if I do wrong so I can learn form that. But you say nothing. 
"What's wrong with you?"

You didn't say it out loud but  I always can hear it through your nodding head, your wandering  eyes that avoid my eye contact, and the 'hmm' sounds you make.

Then I answer it, though I know it was rhetorical.

Then again, you just nod.

Still, I can hear you say, "What's wrong with you..."

You just sit there, saying nothing and start forgetting.

Then I reach a point that I don't need you. I don't need any of this chit-chat. I don't need you to tell me.

Because you know what? I know that I should stop lying and do things that I said I will do. I know what part of me that need to be fixed. I know that I can't hold on to somebody else beside my self. I know that I fight on my own and I have to fight harder because no one will help me. I know that I should help my self. I know that I should keep my shit together.

I know that you don't care a bit.

Although I know that, I know that eventually I will come to you with a hope that you will understand this time and you will do or at least say something about it. That time, I hope you will tell me something that I don't know because I'm tired of figuring it out by my self.
by on July 24, 2014
I like to talk about my self. Yeah, you read that right. I feel like I have to explain my behavior or my point of view, well, all of my li...
Dua hari yang lalu, saya berkenalan dengan beberapa orang baru. Mereka teman-teman kerjanya teman saya. They seem cool. Seperti biasanya, saat saya belum kenal dekat, saya lebih banyak mengamati daripada menyumbang pembicaraan.

Kami ngobrol seru. Salah satu obrolan kami adalah tentang hubungan lelaki dan perempuan. Lalu ada yang berkata kurang lebih seperti ini, "Cewek emang kudu hati-hati. Hati-hati dengan apa yang kamu tawarkan kepada laki-laki." Dia menjelaskan, misalnya pasangan yang sudah menikah merayakan hari jadi mereka. Untuk merayakannya, sang istri menggunakan lingerie. Katanya, jika sekali sang istri menggunakannya, untuk malam-malam berikutnya sang suami pasti akan menuntut istri untuk memakai lingerie. "Cowok nggak bisa mundur," tambahnya.

Saya waktu itu hanya manggut-manggut dan ketawa kecil, melihat kenyataannya memang ada yang seperti itu. Lalu ia menambahkan lagi, "Jadi, kalau cowokmu nakal, jangan salahin dia. Tapi salahin mantannya hahaha.."

Saat itu saya kembali ikut tertawa.

Saya tidak terlalu memikirkan itu sampai tadi saya bicarakan sama teman-teman saya yang lain. Waktu itu saya cuma cerita saja.

Lalu di jalan pulang, barusan saja, it hits me.

Kenapa cewek yang disuruh berhati-hati dalam 'menawarkan' sesuatu ke cowok, seolah-olah jika terjadi sesuatu maka kesalahan ada di pihak yang 'menawarkan'? Emangnya apa sih yang cewek tawarkan? Apakah cewek benar-benar 'menawarkan' atau cowok aja yang merasa 'ditawarkan' sesuatu oleh cewek?

Itu bikin saya keinget tentang victim blaming  di kasus-kasus perkosaan. 

Kalau memang sudah menjadi pasangan, tidak bisakah pasangan bernegosiasi tentang apa yang mereka lakukan? Kalau ceweknya nggak mau, haruskah cowok maksa terus sampai ceweknya mau? Setidaknya cewek punya alasan kalau nggak mau. Kan bisa saling komunikasi, membicarakan alasannya apa dan lain sebagainya. Bukannya cowok juga manusia, yang seharusnya bisa belajar mengendalikan diri mereka?

Hih. Saya kok selalu punya pertanyaan. Ada yang bersedia menjawab?

Secara fisik, cowok dan cewek memang dua makhluk yang berbeda. Hormon turut mempengaruhi apa yang terjadi di otak kita. Cewek mikirnya beda sama cowok. Beberapa memahami jenis kelamin lain, beberapa tidak.

Nggak semua cowok seperti itu. Nggak semua cewek seperti ini. Tergantung. Semuanya tergantung kepribadian masing-masing orang, masing-masing hubungan, dan masing-masing yang lain-lain Hah. Jawaban yang membosankan ya. Tapi memang itu sih jawabannya. Tergantung.

***
Pembicaraan ini mungkin cuma gojek. Buktinya yang ngomong ketawa, saya pun juga ketawa. Obrolan yang mungkin tidak scientific. Bercanda aja. Nggak usah terlalu dipikirkan.

Ya Tergantung Sih...

by on July 22, 2014
Dua hari yang lalu, saya berkenalan dengan beberapa orang baru. Mereka teman-teman kerjanya teman saya. They seem cool. Seperti biasanya, ...
Aku adalah anak yang patuh peraturan. Aku ingat, aku sangat ketakutan saat aku lupa mengerjakan PR untuk yang kedua kalinya. Kali pertama aku menyadari saat masih berada di rumah sebelum berangkat sekolah, sehingga ada waktu untuk mengerjakannya. Tapi yang ini aku baru menyadari ketika bel masuk telah berbunyi. Aku ketakutan. Guru kelasku terkenal galak.
 
Aku mengeluarkan lembar kerja siswa (LKS) dan membuka halaman yang dijadikan PR. Aku berkeringat dingin. Jantungku berdegup kencang saat melihat halaman yang masih kosong. Aku tidak mau dimarahi. Aku tidak mau malu.
 
Dengan perasaan cemas, aku mencuri-curi kesempatan untuk menuliskan jawaban di lembar kerja siswa. Dalam hati aku berharap PR itu tidak akan diperiksa. Ternyata harapanku tidak terkabul. Guru berjalan, memeriksa PR dari meja satu ke meja lainnya.

Akhirnya Guru sampai di mejaku. Aku tidak berani menatapnya. Guru berhenti tepat di samping mejaku dan mencondongkan badannya. Aku tidak menyodorkan PR ku yang tidak selesai tersebut, tapi aku biarkan tanganku tidak menutupi halaman LKS tersebut agar Guru tetap bisa melihatnya. Aku menunduk. Genggamanku pada pensil terasa licin

Lalu Guru menegakkan badannya kembali dan menuju ke meja lain.

Tanpa berkata apa-apa. Hanya melihat PR ku sekilas saja.
 
Apa ini, aku tidak dimarahi? Aku tidak mendapat masalah?
 
Aku merasa lega. Tapi kemudian ada rasa cemas yang tiba-tiba menyusul. Aku kawatir kalau teman-teman tahu dan melaporkannya kepada guru.

Lalu aku memutuskan untuk diam saja. Sampai Guru meneruskan pelajaran yang tidak berkaitan dengan PR itu.

Pe Er

by on July 19, 2014
Aku adalah anak yang patuh peraturan. Aku ingat, aku sangat ketakutan saat aku lupa mengerjakan PR untuk yang kedua kalinya. Kali pertama ...
Dulu ada pohon talok di depan rumah sobat saya, tepatnya di seberangnya. Pohon talok itu terletak di tengah petak tanah di samping gardu dan meja ping pong milik RT kami. Tempat yang sempurna bagi sebatang pohon untuk kami jadikan lahan bermain.

Pohon talok itu memiliki tiga cabang yang menjulur dari batang utama. Satu ke arah selatan atas dan dua ke arah utara. Cabang yang ke arah utara ada yang ke atas, ada pula yang cenderung menyamping. Kami sering kali memanjat pohon yang tidak tinggi tersebut di waktu bermain kami.

Di atas batang pohon talok itu kami sering berimajinasi, berandai-andai bahwa kami merupakan kelompok petualang atau pahlawan pembasmi kejahatan dan pohon tersebut adalah markas kami. Sesekali kami juga bermain peran.Tidak jarang aku dan Cinul berebut untuk menjadi tokoh pahlawan super perempuan. Salah satunya adalah Ranger Pink. Biasanya, aku yang keras kepala ini yang mendapatkan peran tersebut. Aku tidak mau mengalah. Padahal aku yang lebih tua. Cinul pun hanya patuh saja dengan muka masam.

Tidak hanya sebagai markas saja. Pohon talok itu pernah kami jadikan sebagai suatu wahana permainan yang seru. Cara memainkannya mudah. Panjat saja, duduk di salah satu batangnya, dan goyangkan diri sehingga batang pohon pun ikut bergoyang. Begitu saja. Kami sering dimarahi orang dewasa yang melihat karena ditakutkan kami akan jatuh dari batang tersebut. Setelah dimarahi, kami berhenti. Tapi setelah orang tersebut pergi, kami pun kembali melakukannya.

Terkadang, kami hanya memanjat saja dan bersantai di atasnya. Menikmati semilir angin dan teduh dedaunannya. Teman-teman lain kadang-kadang memetik buahnya. Aku tidak suka memakan buah talok. Wanginya saja kadang membuatku mual. Tapi aku menyukai pohon talok. Walaupun aku kadang mengernyit ketika mencium bau buah talok, aku tetap tidak beranjak dari pohon tersebut.

Lalu suatu hari, pohon itu ditebang. Atau pohon itu mati secara perlahan. Aku tidak tahu. Aku tidak ingat. Sehari aku memanjat pohon tersebut, lalu sehari pohon itu tidak ada.

Tempat bermain kami ada beberapa. Tapi tak ada yang seseru pohon talok itu.

Pohon Talok

by on July 18, 2014
Dulu ada pohon talok di depan rumah sobat saya, tepatnya di seberangnya. Pohon talok itu terletak di tengah petak tanah di samping gardu d...
Penasaran gimana saya waktu kecil? Ini dia fotonya.


Pardon my messy desk.

Gimana aksi noleh-ke-kamera saya? Asik kan? Hahahaha

Itu waktu saya ke Dufan bersama keluarga besar saya. Kalau nggak salah itu di dalam wahana istana boneka. Saya suka wahana tersebut karena banyak boneka yang dipajang dan dengan duduk di atas kereta air, kita bisa melihat-lihat boneka sambil diiringi lagu yang menyenangkan. Padahal nggak tahu deh lagu apaan. Seru rasanya. Kayak di istana beneran dan boneka-boneka tersebut adalah raja, ratu, pangeran, dan putrinya. Saking senangnya dengan istana tersebut, saya sampe pengen ngantri lagi buat masuk.

Waktu itu saya pertama kalinya ke Dufan alias Dunia Fantasi itu. Berhubung saya masih kecil, saya nggak naik yang horor-horor-menegangkan. Tapi saya juga bingung kalau ditanyain mau masuk wanaha apa karena saya nggak tahu mau masuk wahana apa dan yang mana duluan. Wah, ternyata sedari kecil sudah ada bibit nggak cepat ngambil keputusan.
"Kenapa pake H? Kan jadinya Dihita. Hey, Dihita! Dihita"

Dhita sebal. Sebal sama seorang paman tetangga yang sering mengajaknya bercanda dengan mengolok-olok namanya. Kenapa sih orang dewasa suka menggoda anak kecil? Dikata anak kecil nggak punya perasaan?

Nama lengkapnya adalah Arnindhita Lei Sugiarto. D-nya pake H. Begitu yang tertulis di akte kelahirannya, begitu pula yang selalu dikatakannya ketika ditanya namanya. Kata Papa nya, DH adalah ejaan dalam Bahasa Jawa yang cara bacanya adalah melafalkan huruh D dengan mantap, dengan lidah dihentakan dari langit-langit mulut. Sedangkan dalah Bahasa Jawa, D tanpa H dilafalkan dengan lidah dihentakan di gigi.

(Leres mboten, dek Amenk? Hihihi)

Dhita mencoba untuk menjelaskannya kepada paman tersebut, tapi tetap saja paman itu terus memanggilnya 'Dihita'. Tentu itu membuat Dhita kesal.

Tidak hanya itu saja yang membuat Dhita kurang menyukai namanya. Teman-temannya memiliki nama-nama yang indah, yang memiliki arti. Seperti Sekar, yang berarti bunga. Ika, yang berarti pertama karena dia anak pertama. Sedangkan namanya, tidak ada artinya. Ada temannya yang di sekolah dipanggil Dita, lengkapnya Anindita, yang berarti sempurna atau unggul. Kalau Arnindhita? Kenapa harus menyisipkan huruf R dan H di antaranya?

Tidak ada yang bsia menjawab pertanyaan Dhita tentang namanya. Saat bertanya kepada kakaknya pun, malah dijawab

"Masih mending Arnindhita. Tadinya kamu mau dinamain Arnindhito lho."

Hee?

Karena nama Dhita tidak ada artinya, nggak jelas, dan sering diolok-olok paman tetangga yang menyebalkan, Dhita juga sempat berpikir akan mengganti namanya. Ia bersikeras mengganti namanya menjadi....Dea Ananda.

Iya, Dea Ananda. Nama yang sama dengan penyanyi idolanya itu. Dhita berpikir, Dea Ananda pastilah nama yang bagus. Dia cantik. Dia bisa bernyanyi. Terlebih lagi dia terkenal di mana-mana. Siapa anak kecil pada jaman itu yang nggak kenal Dea Ananda? Dengan mengganti nama menjadi Dea Ananda, dia nggak akan diolok-olok lagi.

"Pokoknya aku nggak mau namanya Dhita, maunya Dea Ananda!!"

***

Anak-anak sangat mudah untuk terdistraksi oleh lingkungan sekitar. Anak-anak sering menghampiri sesuatu yang baru dengan seketika dan langsung melupakan apa yang sedang dia lakukan sebelumnya. Sama seperti Dhita. Tidak lama, protesnya kepada orang tua yang memberikan nama tanpa arti yang jelas ia lupakan. Ia terbiasa dipanggil Dhita dan itulah yang melekat di dirinya. Ia pun tidak pernah lagi berpikir untuk mengganti namanya menjadi Dea Ananda. Bahkan setelah itu ia berpikir bahwa idenya sangat bodoh dan konyol.

Saat itu Dhita tidak tahu bahwa ia akan mencintai nama lengkapnya ketika beranjak dewasa. Saat itu ia memang menganggap nama harus mempunyai arti, entah arti dalam Bahasa Jawa, Bahasa Yunani, atau bahasa apapun tapi ia belum tahu bahwa dia sendirilah yang akan memberi arti pada namanya sendiri. Sesuka dia, sebebas dia, dengan apa yang dia lihat di dalam dirinya sendiri.

Saat ia tahu, ia akan mencintai namanya seperti ia mencintai dirinya sendiri dan tidak akan sudi untuk menggantinya walau satu huruf saja.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kisah ini 99% nyata.
Sekarang , kecintaan terhadap nama saya sudah sedikit dibawah tahap narcissistic hahaha.
Apalagi di era jejaring sosial begini, nama depan saya sering available kalau saya jadikan username.
 :))

Arti Sebuah Nama

by on July 17, 2014
"Kenapa pake H? Kan jadinya Dihita. Hey, Dihita! Dihita" Dhita sebal. Sebal sama seorang paman tetangga yang sering mengajak...
Susah, nulis pake sudut pandang orang ketiga! :(
*mutung*
Rasanya kalau nggak panjang banget, nggak bisa gitu dan kalau nggak fiksi banget jadi kurang detail di sana sini. Ah. Yo wis. Mungkin bakal ada beberapa yang begitu, ada yang beberapa seperti post saya yang seperti biasa.

Apa gunanya post ini? Untuk klarifikasi alias cari-cari alasan biar nantinya nggak dibilang inkonsisten. Eh, enggak inkonsisten sih, tapi dinamis :p
*mengelak*

Lalala Yeyeye

by on July 17, 2014
Susah, nulis pake sudut pandang orang ketiga! :( *mutung* Rasanya kalau nggak panjang banget, nggak bisa gitu dan kalau nggak fiksi ba...
Pada suatu sore, di salah satu komplek perumahan yang jauh dari pusat kota, tampak seorang gadis cilik berjalan menghampiri salah satu pagar rumah. Usianya sekitar 8-9 tahun. Beberapa kali ia menyisir poninya ke samping dengan jemarinya. Langkahnya bersemangat, membuat rambut pendeknya memantul-mantul di atas pundak. Setelah sampai di depan pagar hitam setinggi 1,5 meter, ia berhenti. Ia berjinjit di depannya sambil berpegang ke jeruji pagar tersebut.

"Cinuuul!"

Ia meneriakkan nama temannya. Sebelum ada sahutan dari dalam rumah, ia tidak berhenti memanggil.

"Cinuuuuul!"

"Iyaaa!"

Tampak seorang gadis cilik yang jangkung keluar dari pintu rumah. Di belakangnya ada ibunya yang jangkung pula. Setelah bertanya ke mana mereka akan bermain, ia mengingatkan untuk tidak bermain jauh-jauh dan pulang sebelum maghrib. Dua gadis kecil itu lalu berpamitan dan segera berlari menuju mushola. Bukan, mereka bukan mau beribadah. Mereka mau bermain di halamannya.

Mushola tersebut terletak di tengah komplek perumahan. Anak-anak penghuni perumahan tersebut biasa berkumpul dan bermain di halamannya, terkadang kalau tidak ada orang dewasa di sekitarnya, mereka juga bermain di dalam mushola. Supaya semua bisa berkumpul, mereka sering menghampiri rumah masing-masing anak dan memanggil nama mereka. Beberapa dari mereka kadang-kadang membawa sepeda dan memarkirkannya pinggir halaman tersebut.

Berbagai permainan mereka lakukan, tergantung dari mood mereka. Mau main apa sekarang? Pertanyaan itu sering memulai sore mereka yang seru. Terkadang mereka bermain lompat tali, engklek, atau sepedaan keliling komplek. Kalau jumlah anak yang berkumpul banyak, kadang mereka bermain gobak sodor.

Mereka bermain dengan bebasnya. Tertawa-tawa dan berlari-lari seolah energi mereka tidak ada habisnya. Tidak jarang pula mereka bersiteru satu sama lain karena ada yang dianggap curang atau ada yang merasa jengkel karena anak yang lain menginjak kakinya terlalu keras saat bermain Donald Bebek. Beberapa kejadian diakhiri dengan maaf-maafan, beberapa kejadian terlupakan begitu saja, dan beberapa kejadian lainnya masih membekas di keesokan harinya sehingga mereka tidak mau bermain bersama selama beberapa waktu.

Setelah langit biru sudah berubah menjadi oranye, mereka telah kelelahan. Mereka pun kembali ke rumah masing-masing. Tak jarang mereka pulang dengan badan kotor atau luka di lutut mereka. Beberapa dari mereka dimarahi oleh ibu masing-masing lalu disuruh cuci kaki yang bersih atau mandi lagi sekalian. Walau begitu, tetap saja ibu-ibu tersebut mengizinkan mereka untuk bermain di sore berikutnya. Dan tetap saja, anak-anak akan pulang dengan baju penuh peluh dan hati yang gembira di sore berikutnya.

Sore-sore

by on July 15, 2014
Pada suatu sore, di salah satu komplek perumahan yang jauh dari pusat kota, tampak seorang gadis cilik berjalan menghampiri salah satu pag...
Hi there! Miss me much? ;)

Beberapa hari belakangan, Jogja diguyur hujan setiap harinya. Mendung yang nggak ada habisnya menggantung dan bergerak dengan lambat dari langit daerah utara, ke selatan, lalu ke barat, ke utara lagi, dan seterusnya. Dingin banget di rumah saya. Mandi pagi jadi nggak wajib lagi kecuali kalau mau pergi. Yah, itung-itung hemat air.
Dingin-dingin gini enaknya ngapain ya? Karena lagi puasa, saya nggak bisa mencari kehangatan dari isi mug biru kesayangan saya. Wah, teman-teman yang nggak puasa mungkin malah lagi makan bakso atau indomi rebus atau sop atau... *ngiler*. Mungkin lagi pada bobok siang sambil selimutan. Angetnya bed cover bikin tidur lebih nyenyak di suasana seperti ini. Tapi jangan pada selimutan sama pacar ya. Kalau putus, nanti kalian susah. Karena kata temen saya, kalau sudah 'kelon' nanti bakal susah move on.

***

Padakacarma dan Kaca kembali membuat satu acara nulis seru-seruan. Kali ini selama 7 hari, kami harus menulis karya yang bertemakan masa kecil kami. Acara ini terinspirasi dari kunjungan kami hari Minggu lalu ke rumah penulis novel Nawung yang terletak di daerah Prawirotaman. Di novel tersebut, mbak Galuh Larasati sedikit banyak melibatkan pengalaman nyatanya di suatu kisah tentang seorang gadis pemalu dari Jawa.

Seperti Selapan Nulis kemarin, acara tulis-menulis ini juga punya nama...secara informal. Hahaha. Waktu tanya saya Imas, ada yang menyebut ini 7 Hari Ngimcil atau 7 Dina Ngimcil. Tapi saya nggak mau pake kata ngimcil ah. Kesannya negatif, walau saya sering mengucapkan kata itu sebagai olok-olok, tapi nggak mau ah kalau pake buat acara ini hehehe. Jadiiii saya putuskan untuk memberi label Memori 7 Hari di setiap post tentang masa kecil saya. Mungkin setelah masa kecil, saya akan nulis tentang masa remaja. Atau masa kecil itu juga termasuk masa remaja? Ah, kita lihat saja nanti.

**UPDATE**

7 Hari Ngimcil itu ternyata singkatan 7 Hari Mengisahkan Masa Kecil. Oke lah~ Tak ganti judul sama labelnya ya hehehe :D

Selama 7 hari saya akan mengubek-ubek memori saya, mencari detail-detail yang menarik untuk saya tulis dan kalian baca. Rencannya, saya kan nulis dari sudut pandang orang ketiga. Hitung-hitung belajar nulis fiksi dari sudut pandang orang ketiga.

Harusnya tulisan ini saya upload kemarin, sehingga saya nggak ketinggalan satu hari. Tapi katanya nggak apa, saya cukup menulis dua tulisan hari ini untuk mencapai garis finis di hari yang sama.

Oke oke. Selamat membaca! :D

"Aku mungkin sedikit bodoh," kata Herbert. "Tetapi, rasanya rencanamu belum siap sepenuhnya." 
 
"Kau tidak bodoh," protes Allan. "Mungkin sedikit, tapi dalam hal ini, kau benar sekali.
 Semakin kupikirkan, semakin aku merasa kita harus membiarkannya saja,
dan kau akan lihat segalanya akan berjalan dengan semestinya karena itulah yang biasanya
terjadi--bahkan hampir selalu."



The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disappear
a novel by
Jonas Jonasson
Saya nggak suka kalau ada asap rokok di sekitar saya. Saya nggak suka menemukan orang yang ngerokok di tempat yang seharusnya bebas dari asap rokok, misalnya sekolahan, kampus, tempat-tempat ber-AC, atau tempat-tempat yang jelas-jelas ada tulisannya DILARANG MEROKOK.

Tapi tenang, saya juga bisa beradaptasi. Kalau memang tempat yang saya kunjungi sudah biasa ada asap rokok/diperbolehkan merokok, maka saya nggak berhak jengkel. Misalnya kayak cafe yang menyediakan asbak, tempat main bilyard yang ber-AC tapi menyediakan asbak (I can't understand this logic), intinya tempat-tempat yang menyediakan asbak = boleh merokok.

Asap rokok membuat saya batuk. Bukan hanya asapnya yang mengganggu kesehatan, tapi aroma nya juga nggak enak. Ada aroma asap rokok yang sangat mengganggu, tapi ada pula yang wanginya agak ringan sehingga bisa saya toleransi.

Saya pernah membicarakan rokok dengan teman-teman. Salah satu teman berkata bahwa cowok yang menikmati rokoknya itu keren. Saya dulu nggak paham, apanya yang keren? Apa bunuh diri perlahan itu keren?

Tapi, kemarin saat saya melihat adegan ini dengan slow motion...



....kini saya paham.

Btw, gif di atas kurang ada feel-nya. Mungkin yang bikin keren adalah slow motion dan background musik nya. Plus, akting nya si Nico Mirallegro yang keren. Itu yang bikin saya meleleh gemes.

Smoking Hot!

by on July 05, 2014
Saya nggak suka kalau ada asap rokok di sekitar saya. Saya nggak suka menemukan orang yang ngerokok di tempat yang seharusnya bebas dari a...
Tadinya, saya pikir membiasakan diri untuk menulis blog setiap hari akan menulari kebiasaan untuk menulis yang lain-lain. Skripsi, misalnya. Ngefek sedikit, saya rasa. Tapi nggak banyak. Hahaha

Anyway, saya senang mengikuti seru-seruan kayak Selapan Nulis ini. Apalagi tidka bertema dan tidak ada ketentuan khusus. Tulisan bebas. Rasanya jadi lebih mudah untuk berekspresi lewat tulisan. Walaupun saya lebih sering curhat sih. Hehehe. Hitung-hitung buat menghidupi blog. Kalau nggak ada ini mungkin blog saya sudah tercampakan, sama seperti yang dulu pernah saya lakukan. Tapi saya nggak mau kayak gitu lagi. Mungkin setelah Selapan Nulis ini saya akan menulis blog setidaknya seminggu 1-2 kali.

***

Selapan Nulis merupakan salah satu, apa ya, kalau bisa dikatakan acara maka ini adalah salah satu acara yang diadakan Padakacarma untuk memantik keajegan anggota-anggota nya dalam kegiatan menulis.

Padakacarma adalah jebolan dari reporter-reporter Kaca. Saat dulu menjadi reporter Kaca, yang tentu saja kerjaannya tidak jauh dari dunia tulis menulis. Namun kegiatan Padakacarma sendiri lebih organisasional, seperti mengurus seleksi Kaca, membantu Mas Agung dalam membimbing Kaca, dan mengadakan berbagai acara yang berkaitan dengan remaja. Dengan latar belakang reporter, nampaknya Padakacarma kurang produktif dalam dunia kepenulisan. Maka dari itu, teman-teman pengurus Padakacarma mengajak prakanca (sapaan untuk teman-teman) untuk menulis setiap hari selama 35 hari, tidak lain tidak bukan, Selapan Nulis/Selapanan Nulis/Selapan Nulis Fun.

Yak. Disini lah saya. Mengakhiri Selapan Nulis. Ada 38 tulisan, karena saya bolong 3 hari, jadi totalnya 38 post. Ada yang panjang, ada yang agak serius, tapi ada pula yang main-main. Nggak apa deh, kan temanya bebas. Mungkin lain kali saya bakal lebih serius lagi dalam nulis.

Sudah selesai!

Horee! Saya lulus! \( > u <)/


Selapan Nulis

by on July 05, 2014
Tadinya, saya pikir membiasakan diri untuk menulis blog setiap hari akan menulari kebiasaan untuk menulis yang lain-lain. Skripsi, misalny...
Saya sempat kerja part time di Lir. Mungkin selama 3-4 bulan, saya kurang ingat. Banyak pengalaman yang saya ambil. Selama di sana saya ngerasain seneng, sedih, sebel, tapi seneng lagi hahaha. Setelah beberapa bulan di sana, saya memutuskan untuk menyudahi masa part time saya karena saya mau fokus skripsi.

Tapi kok saya nggak fokus-fokus juga ya. Berarti faktornya ada di saya, bukan di kegiatan saya :v

Anyway, setelah nggak part time di sana lagi, sampai sekarang saya belum pernah ke sana lagi. Beberapa kali mau mampir, tapi ntah pas di jalan malah mampir ke tempat lain atau lupa terus malah langsung balik ke rumah.

Saya kangen Lir. Pekerjaan saya di sana memang hanya menyapu, masak, mencuci piring, bikin minuman, dan buka-tutup toko, sesuai jadwal saya. Tapi saya bisa ya, kangen. Padahal saya bisa aja bersih-bersih dan masak di rumah.

Saya kangen Lir. Suasana di sana nggak ada yang ngeduain. Sepi. Nyenyet. But it's a good type of quiet. Tenang. Bikin ngantuk, kadang-kadang. Tempat mana yang sesepi itu, tapi kamu menikmati kesepian tersebut? Bukan untuk mikir, bukan untuk mengerjakan sesuatu. Tapi untuk relaxing. Untuk menikmati kesunyian yang menyenangkan.
Saya kangen Lir. Coba, cafe mana yang nawarin makanan dan minuman yang terinspirasi dari novel atau cerita? Di Jogja, mungkin cuma Lir.

Aaaaakk saya kangen Lir.

Pertama kalinya saya ke Lir. Sama Kikin. Tahun 2011.

Kangen Lir

by on July 05, 2014
Saya sempat kerja part time di Lir . Mungkin selama 3-4 bulan, saya kurang ingat. Banyak pengalaman yang saya ambil. Selama di sana saya n...
Saya suka musik. Semua orang suka musik. Cuma nggak semua seleranya sama. Ada yang suka mendengar genre musik tertentu saja, ada yang suka karena yang nyanyi ganteng, ada yang suka karena mengingatkan mereka pada sesuatu, dan lain sebagainya, alasannya sangat beragam.

Baru-baru ini saya nostalgia dengan musik 90-an. Gara-gara nonton My Mad Fat Diary yang ber-setting di UK tahun 1996, otomatis background musik nya juga tahun segitu. Saya pun menemukan nama-nama band yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Salah satunya The Charlatans.

Ini dia lagunya yang lagi saya taksir. Judulnya One to Another.


Musiknya bikin semangat dan bikin pede! Kayak-kayak kita lagi mau beraksi, go out and kick ass!

Hehehe

Besok sebelum garap skripsi harus dengerin ini dulu nih :))

Oke, lain kali saya tulis lagi tentang musik yang saya suka. Saya tipe orang yang bisa dengerin semua genre asal saya suka, nggak ada tipe genre tertentu sih. Ada masa ketika saya suka lagu tahun 50,60,70 an. Ada masanya saya suka lagu ajeb-ajeb, kayak lagu dance gitu. Ada masanya pula ketika saya suka lagu emo. Ketika saya lagi suka sama genre tertentu, bukan berarti saya suka semua lagu/band/penyanyi dengan genre tersebut. Kita tahu lah, seorang penyanyi aja ada lagunya yang kita suka, ada yang enggak. Apalagi di genre yang lebih luas. Itu semua tergantung sama selera kita masing-masing.

Jadi, lagi pada suka musik apa nih? :)

Music!

by on July 04, 2014
Saya suka musik. Semua orang suka musik. Cuma nggak semua seleranya sama. Ada yang suka mendengar genre musik tertentu saja, ada yang suka...
Saya nggak suka dibilang mainstream. Kenapa ya?

....bersambung

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebenarnya saya pengen ngelanjutin cerita minggu lalu, yang saya pergi ke Nglanggeran. Tapi karena foto-foto nya nggak ada di saya, jadi saya tunda dulu ya.
Salam!
Peace, love, and be yourself!
Nulis apa ya....

Hari ini saya marathon My Mad Fat Diary. Karena settingnya di Inggris, saya senang dengerin aksennya yang kaku-kaku gimana gitu hihihi. Saya lebih sering nonton serial tv US, jadi serial ini cukup memberi angin segar di koleksi series saya.

Seperti yang saya tulis kemarin, My Mad Fat Diary ini tentang gadis berumur 16 tahun yang baru saja keluar dari rumah sakit mental. Kalau kita lihat, umur 16 tahun di Indonesia itu baru bisa apa jal? Di Jogja aja deh. Kalau saya dulu, umur 16 masih polos, kegiatannya sekolah dan les. Ya mungkin saya yang cupu aja sih. Tapi kalau dibandingkan orang Barat, wow, umur 16 di sana kehidupan sosialnya kayak umur 20 di sini. Sekali lagi ini perbandingan pribadi saya ya, karena waktu remaja saya cupu sekali.

Kapan-kapan nularin temen buat nonton ini ah.

Apa?

by on July 02, 2014
Nulis apa ya.... Hari ini saya marathon My Mad Fat Diary. Karena settingnya di Inggris, saya senang dengerin aksennya yang kaku-kaku g...
Rae! Rae, look at me.
Whatever situation you find yourself in, there is always, always, always a way out.
(Kester)

 
Saya baru saja nonton serial tv tentang remaja yang baru saja keluar dari rumah sakit mental. Lumayan bagus. Lucu, ironis, dan penuh dengan drama. Agak-agak berbau psychology, tapi nggak tahu ya kalau menurut orang lain, menurut saya setiap drama itu berbau psikologi. Hahaha

Akhir-akhir ini saya bertanya pada diri saya. Apa mau saya? Buat apa saya belajar psikologi? Apakah saya masih ingin jadi psikolog? Apa saya punya bakat untuk jadi psikolog?

Rasanya...saya pengen booking beberapa sesi ke psikolog. Yang beneran, bukan yang lagi garap tugas S2. Yang rasanya, karena saya bayar dan saya adalah pasiennya, dia nggak akan angkat tangan saat menghadapai saya. Saya penasaran apa yang akan saya dengar dari psikolog tersebut. Saya juga penasaran, apa yang akan saya ceritakan kepadanya.

Mungkin lain kali, kalau saya punya uang.

Mungkin lain kali, kalau saya merasa benar-benar membutuhkan.

Mungkin lain kali, kalau saya lagi pengen iseng dan nggak ada yang menghalangi saya untuk melakukan apa yang saya inginkan.
     "Halo.."

      Kamu mendongak dari kertas putih yang sedang kamu gambari. Alismu menaik sesaat saat melihatku masuk dan duduk di depanmu.

       Aku melongok, melihat apa yang sedang kamu gambar. Tapi kamu segera menutupinya. Saat aku sedang membuka bibir untuk memprotes, kamu menjulurkan lidah. Bercanda. Aku tertawa. Kamu tertawa.

      "Hey," katamu setelah berhenti mengerjaiku, "Kamu tahu, untuk sekarang masalahmu hanya satu."

     Aku menghela nafas. Walau begitu, aku masih tersenyum. Aku paham betul maksudmu.

     "Selesaikan ya," katamu sambil mengedipkan sebelah mata.

      Dadaku berdebar-debar, mulai gelisah. Tapi masih kurasakan sudut bibirku membentuk sesimpul senyuman. Aku mengangguk-angguk. Aku kembali merasakan beban itu kembali sekaligus getaran semangat untuk menyelesaikannya.

      "Okay. Let's do this!"

Cuma Satu : Semangat

by on June 30, 2014
     "Halo.."       Kamu mendongak dari kertas putih yang sedang kamu gambari. Alismu menaik sesaat saat melihatku masuk dan...
It's funny when my dream makes my mood better when I wake up the morning after. It's just a dream, literally a dream. It can't  happen. It's not real. I should not believing it.

But it felt real.

But it makes me smile.

It makes me wonder. How if someday those dreams come true? Maybe not exactly the same, but maybe the situation will occur in the real life timeline someday.

It makes me wonder. What will I do then?

It's funny when my dream makes my mood better when I wake up the morning after. It's just a dream, literally a dream. It can't  happen. It's not real. I should not believing it.



I guess I just had a beautiful dream.

Dreamy Dreams

by on June 29, 2014
It's funny when my dream makes my mood better when I wake up the morning after. It's just a dream, literally a dream. It can't ...
Dulu pas saya nggak gendut, saya sering ngeluh gendut. Duh. I was such a whiny b*tch. 

Sekarang, setelah saya gendut beneran, saya sadar bahwa gendut atau enggak, itu nggak pengaruh ke kecantikan yang kita miliki. Yang terpenting adalah hati yang baik dan percaya diri aja. Percayalah, nggak ada senyum yang bikin wajah jadi jelek.

Aku pernah baca di salah satu post Instagram atau Path teman, yang motret salah satu novelnya Roald Dahl. Saya lupa persisnya gimana. Intinya, kamu bisa punya gigi yang mencuat, hidung yang bengkok, dan rambut yang awut-awutan, tapi kalau kamu tersenyum ramah dari hati, kamu akan terlihat menarik.

Itu bener lho.

Yang penting itu percaya aja kalau diri kamu itu cantik. Nyatanya saya tetep imut-imut walau badan saya melebar. Saya tetep cantik kalau senyum.

Eh, apa saya yang ke-pede-an ya hahahahaha

Saya inget, beberapa tahun yang lalu saya pernah nge-twit :

Kalah langsing sih, tapi nggak kalah cantik ;)

Hahahaha

Mohon maafkan diri saya yang agak narsis ini yaaa #sorrynotsorry

Tapi, itu berlaku juga buat kamu, wanita-wanita berbadan bongsor yang lagi minder karena bentuk tubuhmu. Fisik bukanlah satu-satunya hal yang mendiskripsikan kita. Kita punya otak, kita punya hati. Itu yang bikin kita cantik.

Fisik itu hanya bungkus yang sebenarnya bisa kamu kendalikan, kalau kamu mau. Yang penting sehat aja. Kalau memang tubuhmu perlu dikurangi beratnya, lakukan dengan olah raga dan makan makanan yang lebih bergizi. Saya pernah baca, olah raga dan makanan sehat bisa bikin kita lebih mudah untuk berpikir.

Kamu cantik kok. Kamu cuma nggak pede aja. Tuh liat cermin. Senyum deh.

Tuh kan, cantik :)
Selamat datang, bulan Ramadhan! :D

*nepuk-nepuk rebana, shalawatan*

Mohon maafkan kesalahan-kesalahan saya yang menyakiti hati kalian, sepertinya saya sering banget bikin orang lain bete atau marah atau malah saya yang sering bete dan marah-marah sehingga bikin orang lain ikut bete terus marah-marah.
Hehe
Maafkan ya :'

Mari berpuasa dengan hati yang lapang dan damai~
Semoga selalu diberkahi Allah SWT

Happy fasting, everyone!

Puasa Puasa

by on June 28, 2014
Selamat datang, bulan Ramadhan! :D *nepuk-nepuk rebana, shalawatan* Mohon maafkan kesalahan-kesalahan saya yang menyakiti hati kal...
           “Kenapa aku selalu minum coklat?”

          Kamu mendongak dari cangkirmu, menatapku bingung.

          “Maksudku, aku juga suka minum teh, sepertimu. Tapi kenapa setiap kita bertemu, aku selalu yang minum coklat?”, kataku lagi.

          “Kenapa pertanyaanmu selalu konyol?”, balasmu dengan mimik tidak percaya.

          Aku mengangkat bahu, tanda bahwa aku tidak tahu dan aku tidak peduli.

          “Mungkin,” lanjutmu mulai serius, “karena kamu selalu datang kepadaku ketika kamu sedang tidak bisa melihat sesuatu dengan jelas. Pikiranmu sedang tidak jernih, pikiranmu sedang sepekat coklat yang sedang kamu minum.”

          Aku memiringkan kepalaku, mendengarkanmu dengan seksama.

           “Karena itu pula, kamu mencariku. Kamu mencari teh. Kamu mencari antioksidan. Kamu mencari sesuatu yang bisa menjernihkan isi kepalamu. So, here you are, talking to me."

          Kita saling menatap. Aku menganguk-angguk.

           Does it make sense?

           “It does for me,” jawabku, kembali menyesap isi mug  yang masih panas.

Some Conversation

by on June 27, 2014
           “Kenapa aku selalu minum coklat?”           Kamu mendongak dari cangkirmu, menatapku bingung.           “Maksudku, aku ju...