Pe Er

Aku adalah anak yang patuh peraturan. Aku ingat, aku sangat ketakutan saat aku lupa mengerjakan PR untuk yang kedua kalinya. Kali pertama aku menyadari saat masih berada di rumah sebelum berangkat sekolah, sehingga ada waktu untuk mengerjakannya. Tapi yang ini aku baru menyadari ketika bel masuk telah berbunyi. Aku ketakutan. Guru kelasku terkenal galak.
 
Aku mengeluarkan lembar kerja siswa (LKS) dan membuka halaman yang dijadikan PR. Aku berkeringat dingin. Jantungku berdegup kencang saat melihat halaman yang masih kosong. Aku tidak mau dimarahi. Aku tidak mau malu.
 
Dengan perasaan cemas, aku mencuri-curi kesempatan untuk menuliskan jawaban di lembar kerja siswa. Dalam hati aku berharap PR itu tidak akan diperiksa. Ternyata harapanku tidak terkabul. Guru berjalan, memeriksa PR dari meja satu ke meja lainnya.

Akhirnya Guru sampai di mejaku. Aku tidak berani menatapnya. Guru berhenti tepat di samping mejaku dan mencondongkan badannya. Aku tidak menyodorkan PR ku yang tidak selesai tersebut, tapi aku biarkan tanganku tidak menutupi halaman LKS tersebut agar Guru tetap bisa melihatnya. Aku menunduk. Genggamanku pada pensil terasa licin

Lalu Guru menegakkan badannya kembali dan menuju ke meja lain.

Tanpa berkata apa-apa. Hanya melihat PR ku sekilas saja.
 
Apa ini, aku tidak dimarahi? Aku tidak mendapat masalah?
 
Aku merasa lega. Tapi kemudian ada rasa cemas yang tiba-tiba menyusul. Aku kawatir kalau teman-teman tahu dan melaporkannya kepada guru.

Lalu aku memutuskan untuk diam saja. Sampai Guru meneruskan pelajaran yang tidak berkaitan dengan PR itu.

No comments:

Post a Comment