ALaY

Betapa alaynya saya yang dulu. Tulisan SMS yang L-nya besar dan foto selfie dari kemiringan entah berapa derajat  menghiasi masa SMP-SMA saya. Sekarang? Tulisan saya di SMS sudah normal. Foto selfie masih tetep hahaha, ya nggak miring-miring juga, tapi masih sering foto-foto diri sendiri. Kalau kelakuan? Hmm kadang saya masih norak dan nggumunan :))

Saya pikir teman-teman saya semuanya pernah melalui masa-masa seperti itu. Alay. Udahlah, nggak usah denial. Coba sana cek memory hape atau foto-foto lamanya :))

Jujur, saya baru mendengar istilah 'alay' itu mungkin waktu awal-awal kuliah. Bisa dibilang istilah alay itu lagi nge-trend waktu saya udah nggak alay lagi. Entah apakah itu hanya timing belaka atau sebenarnya karena saya sudah nggak alay lagi maka saya aware dengan istilah itu.

Sebenarnya alay itu apa sih?

Ada yang bilang alay itu yang gayanya kampungan, norak, dan terlalu ngoyo biar dibilang gaul. Ada yang bilang seseorang itu alay karena dia salah persepsi tentang 'gaul'. Katanya sih, semua orang pernah alay. Semua orang pasti pernah ngoyo atau berusaha terlalu keras untuk diterima di lingkungannya dan kata sifat 'gaul' mungkin emang beda-beda bagi setiap orang. Mungkin memang benar semua orang pernah alay. Mungkin alay itu adalah salah satu tahap perkembangan manusia #teoringawur.

Saya jadi ingat, seorang guru Bahasa Indonesia saya di SMP pernah memberikan soal mencongak. Kami disuruh menuliskan kalimat yang beliau ucapkan, tepatnya soalnya bagaimana saya lupa. Penulisannya harus benar. Tanda bacanya harus benar. Setelah selesai mengerjakan, kami diminta untuk mengoreksi pekerjaan teman. Kebetulan saya mendapatkan pekerjaan salah seorang teman yang huruf 'r' selalu ia tulis dengan 'R'. Akhirnya, setiap nomor yang kalimatnya mengandung huruf 'r', saya salahkan. Saya lalu tidak terlalu memperhatikan pembahasan jawaban yang benar karena saya tinggal melihat apakah ada huruf 'R' yang menyalahi aturan huruf kapital. Kalau ada ya saya salahkan. Nggak peduli jawabannya benar atau tidak, karena guru saya yang mewajibkan tulisannya harus benar. Hasilnya, hanya 1-2 nomor saja yang dibenarkan.

Waktu itu saya nggak paham, kenapa sih dia nulis 'R' daripada 'r'? Oke lah, kalau secara artistik, 'R' itu terlihat lebih keren daripada 'r'. Oke lah, kalau di SMS. Tapi kalau pas ngerjain tugas sekolah? Tugas Bahasa Indonesia lagi. Saya kalau nulis 'l' kadang juga 'L' tapi itu pas SMS doang karena di hape jadul 'l' dan 'I' kelihatan sama. Tapi saya nggak gitu-gitu amat, sampe kebawa waktu ngerjain tugas.

Setelah bertahun-tahun kemudia, saya mikir, apakah itu ada kaitannya dengan atribut diri yang telah melekat menjadi salah satu perwakilan identitas? Jadi, nggak terlalu peduli mau main-main atau serius, kalau nulis 'r' dia tetep nulis 'R', secara sadar maupun tidak, nggak peduli dalam situasi akademis maupun tidak. Karena itulah dia yang sebenarnya. (Lebay ya? Oke.)

Karena saya sudah nggak alay lagi secara tulisan, saya pikir teman-teman seumuran saya sudah nggak ada yang alay lagi. Kita kan sudah dewasa. Sudah tahu lah, gimana cara nulis yang baik dan benar.

Tapi.

Tadi.

Saya buka Facebook.

Ternyata teman seangkatan saya, masih nulis di status dengan huruf besar-kecil yang tidak sesuai kaidah Bahasa Indonesia. Ternyata masih ada lho.

Apa alay hanya milik remaja saja? Mungkin tidak.

Lalu saya mikir lagi. Ada nggak ya, kaitannya mempertahankan gaya kepenulisan pada umur SMP-SMA dengan kesulitan untuk move on pada dewasa?



Hahaha. You know what I meant?

No?

Okay :|

2 comments:

  1. k3bAnykAn mALaH ibU2 9aUL pAdA ALaYy kOk, wkwk
    jAN9AN2 tUA kiTa nanTi ju9a aLay MbAk..

    ReplyDelete